Aku malu, ya aku malu terhadap diriku sendiri, terhadap
sahabat sahabatku. Aku telah berjanji aku hanya akan menangis pada hari itu,
hari dimana aku merasa sakit, sakit layaknya aku mengiris nadiku sendiri.
Bayangkan bagaimana bodohnya jika kamu menghentikan denyutan denyutan yang
telah Tuhan beri untukmu, bayangkan seberapa hinanya kamu... :’)
Nyatanya malam ini aku masih menangis, aku hanya bisa
meminta maaf pada mereka, aku tidak bisa menepati janjiku untuk tidak menangis. Bagaimana sanggup jika
aku harus mencoba melengkungkan bibir mungilku sementara mataku memerah dan
basah, bayangkan bagaimana sulitnya ketika kita dituntut untuk menyatukan hati
dan otak, bayangkan bagaimana sakitnya ketika kita diutus untuk menggunakan
logika sedangkan semuanya hanya bisa dikuasai oleh perasaan.
“Didunia ini ada jutaan manusia, kenapa kamu harus menangisi
satu orang ketika jutaan manusia lainnya masih menyayangimu?” Kata seorang
sahabat, iya memang benar apa adanya
teori itu. Tapi... entahlah aku belum bisa. Kamu tau mengapa? Karena kenangan
dan saksi saksi hidup maupun bisu itu terus menghantuiku, mereka masih ada dan terus
mebuatku semakin mengingat... ingat dan ingat.
Aku tau harusnya aku tak boleh menikmati rasa sakit ini,
namun entah.., Tuhan aku ingin menikmati dengan puas rasa yang nyilu ini,
biarkan ... biarkan aku hingga puas merasakan pahitnya, hingga suatu saat nanti
aku telah lelah untuk merasakannya dan aku memutuskan untuk pergi, pergi
meninggalkan rasa sakit yang harusnya harus aku tinggalkan mulai detik ini. Biarlah..
semuanya memang tak serba mudah untuk dijalani. Waktu tak hanya sekedar
menjawab, namun juga akan menyelesaikannya.