Sunyi, sepi, senyap dan hening serasa melengkapi dinginnya
malam yang mencekam gadis sendu menawan itu. Matanya berkaca kaca, kemudian
tangannya menjamah sebuah buku harian, kembali ia membaca beratus ratus lembar
tulisan dari seseorang yang pernah dengan
sengaja ia izinkan untuk menulis kisah mereka berdua. Air mata yang sudah tak
bisa dibendung itu pun menetes perlahan. Dengan segala keterbatasannya untuk
bisa mengalahkan emosinya, untuk bisa berlogika dan untuk tetap mengulas senyum
dengan ikhlas, bukan sekedar berpura pura. Ia mengunci diary itu kembali,
menyimpannya rapat rapat dalam sebuah kotak dan membuang kuncinya jauh jauh, ia
berjanji tak akan memungut kunci itu lagi. Ia berjanji ia akan kembali membatu,
batu yang tak akan pernah lapuk lagi, namun mengkristal kuat melebihi berlian
berlian dan permata itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar