Jumat, 05 Juli 2013

Mengoles Orientasi Pendidikan Ibu Pertiwi Menjadi Dambaan Insan Muda

“School prepares you for the real world... which also bites.” - Jim Benton




" Bangun pemudi pemuda Indonesia
  Tangan bajumu singsingkan untuk negara
  Masa yang akan datang kewajibanmu lah
  Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
  Menjadi tanggunganmu terhadap nusa "



Pagi yang penuh semangat, siluet sang mentari di kampung halamanku mulai menampakkan dirinya. Aku dan harapanku tersenyum tulus melihat Sang Garuda gagah melintas diatas kibaran Merah Putih, identitas bangsaku. Indonesiaku, negara archipelago terindah beserta zamrud khatulistiwanya yang menawan. Lantunan Bangun pemudi pemuda pun menjadi pengingat yang sempurna bahwa aku terlahir di tanah air ini bukan untuk berdiam diri. Pahlawan pahlawan yang telah gugur, menitipkan Indonesia dipundakku, pundakmu, pundak kita bersama, seutuhnya, para Insan muda.


Aku sama sepertimu, seperti kalian, remaja yang sedang menuntut ilmu. Panggil saja aku pemilik harapan tinggi. Aku ingin bertemu Presidenku, untuk menyampaikan angan anganku membangun Indonesia. Aku ingin bertemu dengan Sri Mulyani, untuk memotivasiku menjadi wanita karir yang sukses, aku ingin bertemu Dahlan Iskan agar antusiasme beliau yang tak pernah pudar bisa menular padaku. Namun, aku sadar untuk bertemu orang orang hebat tersebut, aku harus menjadi orang hebat pula. Untuk menjadi orang hebat, aku tak mungkin tak menuntut ilmu. Pagi ini aku harus bangun dari mimpi indahku, mewujudkannya menjadi nyata. Dan aku berharap pada sekolahku, tempat yang selalu aku banggakan, tempat yang menjadi kepercayaan oleh kedua orang tuaku dan tempat yang akan menuntunku menjadi sosok yang berguna bagi nusa dan bangsaku. Sekolah Dambaanku. 


Mengoles Orientasi Pendidikan Ibu Pertiwi Menjadi Dambaan Insan Muda




Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari pendidikan yang ditelaah. Dewasa kini, pemerintah telah menyediakan banyak sekali sarana untuk mengenyam pendidikan, salah satunya dengan membangun gedung gedung sekolah secara merata agar seluruh insan generasi muda bisa mewujudkan impian dininya. Namun sayang, tidak semua sekolah mampu memberikan kontribusi kontribusi terbaik seperti apa yang anak anak didik dan masyarakat dambakan karena keterbatasan Indonesia sebagai negara yang masih berkembang. Sebenarnya bicara tentang sekolah dambaan merupakan hal yang  klasik, namun dambaan yang bagaimana yang sesungguhnya diidam idamkan oleh para siswa dan orang tua mereka?


Sebagai remaja yang berperan aktif mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah, tentunya kita membutuhkan atmosfer belajar yang kondusif, nyaman dan menyenangkan. Atmosfer tersebut tak hanya terpacu pada lingkungan sekolah, namun juga pada sistem pendidikannya, gurunya, interaksi sosialnya dan banyak hal hal penting lainnya yang menjadi aspek keberhasilan suatu sekolah dalam mencetak pemimpin pemimpin bangsa di waktu mendatang.


Menurut saya, sekolah dambaan tidak dilihat dari kuantitas peminat yang melonjak tinggi di tiap awal ajaran baru, namun lebih pada proses bagaimana anak didik merasa bersemangat dalam menggali ilmu disekolah,berkumpul dengan teman temannya, paham akan materi yang diterima, terbuka dengan guru guru dan lingkungan sekitar dan masih ada hal hal apik lainnya yang membuat mereka seolah olah tak sabar untuk pergi ke sekolah setiap harinya. Tentu saja kriteria sekolah dambaan dapat dilihat bagaimana sumber daya yang ada didalamnya, mulai dari hal yang intern hingga extern.


1. Peran Guru Sebagai Suri Tauladan Siswa




Kerap kali saya menemukan beberapa anak yang malas atau bahkan membenci salah satu mata pelajaran dengan alasan ketidakcocokan dengan sang Guru. Disini Guru memegang andil penting untuk memantau perkembangan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Lalu, bagaimanakah kriteria guru yang bisa merangkul siswa siswinya? Guru yang bisa mengambil hati para siswa siswinya adalah guru yang bisa memposisikan dirinya sebagai teman peserta didik. Guru dimana beliau tidak asal memberikan materi untuk para siswa siswinya, tapi juga berpikiran terbuka bagaimana agar para siswa siswinya mampu dengan mudah menelaah pelajaran yang diajarkan. Guru yang membawa atmosfer nyaman bagi siswa siswinya.
  Namun perlu diperhatikan, diluar hubungan psikis antara Guru dan anak didik, kurikulum dan kualitas guru juga sangat berpengaruh dalam kegiatan belajar mengajar. Pengalaman saya beberapa tahun belakangan ini, beberapa kali saya tidak cocok dengan guru karena alasan sumber daya guru yang kurang memuaskan. Perlu kita ketahui bahwa di Era yang semakin maju ini, banyak remaja yang memiliki pemikiran terbuka lebih luas dibanding orang tua, ada pula kalanya peserta didik lebih menguasai materi dari pada sang guru, bukan berarti sang guru tertinggal dari peserta didiknya, hanya saja pelajar proaktif saat ini memang senang untuk mengembangkan lebih luas apa yang telah dia pelajari. Semisal, peserta didik menjawab A, namun sang guru menjawab B, keduanya sama sama keukeuh dengan jawaban masing masing, dari sinilah terkadang timbul ketidakcocokan tersebut. Satu satunya solusi yang bisa ditawarkan adalah keterbukaan antara siswa dan guru untuk saling berbagi ilmu dan informasi.
Lalu bagaimana dengan kurikulum pembelajaran peserta didik? Kurikulum dan kualitas sumber daya guru bagaikan tutup dengan botolnya, keduanya saling melengkapi. Sebagus apapun kurikulum yang tercanangkan, tidak akan bisa diaplikasikan secara maksimal jika kualitas guru kurang mendukung, sebaliknya kurikulum yang kurang apik bisa didukung oleh sumber daya guru yang berkualitas. Lalu bagaimanakah sejatinya guru yang baik itu? Guru yang baik dan menjadi dambaan setiap siswa adalah Guru yang memiliki karakter, yang memiliki kekreatifitasan tersendiri dalam mentransferkan ilmunya kepada siswa siswinya, yang mengutamakan kualitas pendidikan bagi para peserta didiknya, kaya akan pengalaman untuk memotivasi murid muridnya, beretika baik, menjaga nilai dan norma baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat sekitarnya dan tentunya inovatif. Kita tidak hanya butuh sosok guru yang bisa mengajar, namun juga mendidik.

2. Fasilitas dan Lingkungan Sekolah sebagai Pro Globalisasi di Bidang Pendidikan
   





Globalisasi kini semakin mendunia, berbagai bentuk kecanggihan tekhnologi pun telah menjalar di berbagai negara berkembang. Banyak kita temui di Indonesia sekolah sekolah mewah dengan fasilitas yang sangat lengkap dan menggiurkan. Disisi lain, banyak pula kita jumpai sekolah sekolah tertinggal dan tak layak untuk dijadikan tempat belajar. Semasa saya duduk di bangku SMP, saya benar benar mendapatkan fasilitas yang sangat mendukung antusiasme belajar saya. Ada 2 AC disetiap kelas, 1 televisi, LCD permanen, Wi-fi dengan koneksi yang cemerlang, dan tempat duduk yang dilapisi sofa, semua itu membuat saya betah mengikuti pelajaran di sekolah. Fasilitas memang berpengaruh dalam kelangsungan pembelajaran siswa, namun fasilitas yang lengkap dan canggih tidaklah menjadi hal utama yang harus dititik beratkan oleh setiap unit sekolah. Asalkan kebutuhan paling dasar seperti adanya bangku dan meja sekolah, papan tulis, alat alat kebutuhan guru dan siswa terpenuhi, maka sistem KBM akan berjalan dengan baik. Adanya AC, televisi dan gadgets mewah lainnya yang tidak terlalu dibutuhkan hanyalah sebatas bonus suasana yang menambah kenyamanan siswa. Sia sia belaka jika sekolah telah menyuguhkan fasilitas lengkap nan canggih jika belum bisa menarik tinggi minat belajar siswa, hal ini justru harus memotivasi siswa siswi agar lebih maju dalam belajar karena telah tersedianya sarana dan prasarana yang apik nan memadai.

Lalu bagaimana dengan Lingkungan sekolah? Aspek ini juga memerankan peran penting dalam kelangsungan belajar siswa. Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Saat ini banyak sekolah yang sedang berlomba lomba meraih title “Sekolah Adiwiyata” dengan melatar belakangi terciptanya pendidikan lingkungan sekolah yang sehat dan demi mutu kenyamanan siswa dalam belajar, hal ini termasuk prestasi luar biasa yang bisa diraih pihak sekolah. Siswa memang perlu ketenangan dan keindahan agar bisa menikmati proses penyerapan ilmu, hal ini juga bisa diwujudkan dengan cara pihak sekolah memberikan hak otonomi kelas kepada anggota kelas untuk men-design kelas mereka sesuai dengan masing masing yang mereka inginkan, upaya lain yang bisa dilakukan diluar kelas adalah dengan sosialisasi mengenai kesehatan sekolah dan gerak langsung pada kepedulian lingkungan sekolah, seperti menanam banyak tanaman, tersedianya sumur resapan air, tempat pembuangan sampah dengan membaginya menjadi sampah organik dan sampah anorganik, bangunan sekolah yang kokoh dan sehat dan yang tak kalah penting adalah letak sekolah yang strategis. 


Lanjut pada pembahasan lingkungan sosial sekolah. Usia 9-17 tahun merupakan usia labil dimana anak mudah sekali terbawa suasana sekolahnya. Sangat mudah bagi siswa siswi dalam usia belasan tahun untuk terbawa dalam arus buruk. Maka dari itu, pelajaran Self-Control seperti program The Leader In Me dan 7 Habits sangat cocok untuk dicanangkan agar siswa siswi bisa mengaplikasikan dan mendapatkan aura positif dalam lingkungan sosial sekolahnya. Pada dasarnya, prestasi belajar tidak hanya diraih karena giatnya anak belajar dan pemahaman materi yang matang, namun kondisi lingkungan sekolahnya yang mendukung. Lingkungan sekolah yang nyaman, bersih dan baik dapat mendukung tumbuh kembang anak secara optimal.



3. Hubungan Guru dan Orang Tua akan Perkembangan Anak Didik
 



Aspek ini sangatlah penting untuk memantau perkembangan anak disekolah. Orang tua harus memiliki kesadaran tinggi untuk mengetahui keadaan putra putrinya dalam bergaul disekolah, bagaimana sikap dan perilaku putra putri mereka diluar rumah, diluar pengawasan dan didikan orang tua dengan cara menjaga komunikasi dengan sang guru. Terlebih lagi jika orang tua mempunyai putra atau putri yang diasramakan. Seperti saya contohnya, sudah 2 tahun saya menjadi siswa asrama, saya beruntung karena disekolah dan asrama saya mengadakan adanya House System, dimana disetiap house yang terdiri dari 16 hingga 17 siswa mendapatkan 1 students advisor yang memantau keadaan kami setiap minggunya, orang tua saya dan orang tua teman teman saya pun juga tak jenuh jenuh untuk menanyakan kondisi kami kepada students advisor kami. Jika memungkinkan, sistem seperti ini bisa pula diaplikasikan disekolah lain. 

 4. Keanekaragaman Ilmu Pengetahuan






Indonesia tidak saja dikenal dengan potensi akademiknya, namun potensi non akademiknya pula. Beragamnya mata pelajaran di potensi akademik misalnya, mulai dari kelas Ilmu Pengetahuan Alam, Kelas Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kelas Bahasa semuanya pasti pernah kita pelajari secara umum. Sayangnya, ketika memasuki jenjang SMA, kita tidak bisa memiliki 3 kelas tersebut secara bersamaan. Ada sekat sekat yang membatasi sehingga satu siswa hanya diperbolehkan mengambil satu kelas dengan alasan agar siswa bisa lebih fokus terhadap bidang yang akan digelutinya sesuai dengan profesi yang akan diambilnya di waktu mendatang nanti. Sebenarnya saya sedikit kurang setuju dengan penjurusan yang dianut oleh banyak sekolah saat ini, hal ini sama saja dengan membatasi minat siswa dalam belajar. Dengar dengar, ditahun ajaran baru 2013/2014 nanti, Pemerintahan Indonesia telah menunjuk beberapa sekolah agar  menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS) untuk diaplikasikan. Saya rasa tindakan pemerintah kali ini sudah sangat tepat, SKS sangat sesuai dengan kebutuhan pendidikan remaja di Indonesia, pasalnya dengan memberlakukan SKS siswa/i bisa mengambil mata pelajaran yang digemari, siswa/i juga lebih mudah untuk menyesuaikan bakat dan passion yang dimiliki, sehingga fokus mereka bisa pula terarahkan dengan baik tanpa adanya hal yang memaksa atau mengikat.


Lalu bagaimana dengan potensi non-akademik di Indonesia? Saya senang bisa bersekolah di SMAN 10 Malang (Sampoerna Academy), disekolah ini menyuguhkan ekstrakulikuler yang sangat beragam yang biasa kita sebut dengan L2L (Learning To Live), L2L disekolah saya dibagi menjadi 4 macam, yaitu Personal Well Being (Learning to Live yang fokus di bidang olahraga), Creativity and Art (Learning to Live yang fokus di bidang seni dan kreativitas siswa), Global Citizenship (Learning to Live yang bersifat pada isu global seperti program pelestarian lingkungan, dan yang peduli pada kebudayaan bangsa seperti  GEC (Green Earth Community)) dan Community Service. Semua ekstrakulikuler yang disajikan sangat menarik, yang paling menggugah hati adalah kegiatan Community Service yang kami selenggarakan setiap hari Sabtu. Comunnity Service, yakni Learning to Live yang notabene pada pengabdian masyarakat di beberapa tempat Community Service, misalnya memberikan pelajaran di TK dan sekolah dasar, membantu para lansia di panti jompo, belajar bersama dengan komunitas anak jalanan, membantu di Dinas Kebersihan dan Kepolisian, membantu di Panti Anak Cacat maupun Panti Asuhan lainnya. Melalui Community Service, kita bisa menyalurkan ilmu yang telah kita peroleh kepada masyrakat sebagai kontribusi dari hasil belajar kami di SMAN 10 Malang (Sampoerna Academy). Dengan Ekstrakulikuler pula lah, terjawab solusi atas adanya pembatasan belajar siswa karena adanya penjurusan, bagaimana bisa? Contoh saja, Siswa A adalah anak IPA, jika dia ingin mendalami ilmu akuntansi, dia bisa mengikuti ekstrakulikuler akuntansi diluar jam pelajaran yang mana siswa bernama A sendiri tidak mendapatkannya. Pada dasarnya, mata pelajaran yang berkualitas tidak hanya terpacu pada hal akademik, namun juga non-akademik. Dengan begitu kepintaran siswa/i akan seimbang dengan apik dimata para pendidik dan masyarakat.

 
5. Tugas dan Pekerjaan Rumah



Aspek ini sering kali dielu-elu kan oleh banyak siswa. Sebagai remaja yang masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah menengah atas, tentu saya pun tau bagaimana rasanya hidup dengan banyak deadline deadline tugas yang mengejar, yang mana menuntut saya untuk memiliki manajemen waktu yang baik. Tugas dan PR adalah salah dua bentuk yang digunakan guru sebagai parameter berhasil atau tidaknya siswa memahami suatu materi. Tapi, bagaimana jika tugas dan PR hanya menjadi beban bagi para siswa? Sekarang mari kita simak sekilas tentang salah satu negara yang terletak di ujung benua Eropa yaitu Finlandia. Finlandia dinobatkan sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik. Apa yang menyebabkan Finlandia begitu sukses dalam men-setting sistem pendidikannya? Finlandia menggratiskan biaya pendidikan, tidak adanya seragam dan UN, hingga suasana belajar yang tergolong santai dan informal. Namun alasan yang paling menonjol adalah tidak diberlakukannya PR dan minimalisasi tugas, sehingga para pelajar bisa memiliki waktu lebih banyak untuk fokus mendalami materi yang mereka terima, selain itu pelajar juga punya banyak waktu untuk mengekspresikan diri mereka terkait dengan bakat dan hobi mereka diluar pelajaran, itulah mengapa banyak siswa siswi yang ekspresif dan berkompeten disana. 


Namun, kita harus menoleh lagi pada keadaan negara, jika Indonesia mengadopsi sistem pendidikan Finlandia, maka hal ini akan sedikit tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia mengingat sistem pendidikan di Indonesia begitu formal, terorganisir, dan sedikit otoriter. Ada tipe anak yang senang ketika mendapat tugas dan PR, namun ada pula yang jengkel karena tugas dan PR hanya menghambat waktu untuk mengerjakan hal hal lain yang bisa jadi lebih mendesak,  Disini guru juga harus paham betul akan kondisi siswa, selalu ada alasan mengapa siswa enggan untuk mengerjakan PR. Menurut saya pribadi, sangat tidak ada salahnya jika guru memberikan tugas dan PR asal tetap mempertimbangkan jumlah tugas dan PR yang akan diberikan. sekolah harus menghindari pemberian tugas dan PR yang berlebihan, pahami kondisi dan kebutuhan siswa siswi pula. Selain itu guru perlu meningkatkan apresiasi akan tugas dan PR yang telah siswa kerjakan. Sering kali guru memberikan banyak sekali tugas dan PR namun diakhir tugas dan PR tersebut hanya sekedar mendapat paraf tanpa adanya koreksi dan nilai, inilah salah satu alasan mengapa siswa siswi enggan mengerjakan tugas maupun PR. Guru juga berhak memberikan adanya konsekuensi bagi siswa yang melanggar tidak mengerjakan tugas maupun PR, mengadakan refleksi materi dengan pemberian kuis di akhir mata pelajaran, semua cara tersebut bisa dilakukan untuk memotivasi siswa dan memberikan gambaran manfaat yang pedagogi akan pemberian tugas dan PR.

6. Interaksi Antar Siswa



Teman adalah alasan kedua mengapa siswa selalu ingin pergi kesekolah diluar alasan pertama, yaitu kewajiban belajar yang mengharuskan siswa setiap hari menginjakkan kaki di sekolah mereka masing masing. Namun, terkadang siswa juga enggan pergi kesekolah karena alasan pertemanan yang tak cocok. Hampir di setiap sekolah pernah terjadi adanya bullying, entah itu antar teman ataupun antar senior junior. Selama 11 tahun saya bersekolah hingga saat ini, tentu saya pernah merasakan kedua sisi positif dan negatif tersebut. Hubungan antar siswa sangat mempengaruhi mental siswa dalam belajar di sekolah. Disini, Badan Konseling memegang peran penting dalam memantau hubungan psikis para murid.

Tak sedikit kita jumpai suasana kelas ataupun organisasi yang kurang sehat. Kebanyakan jika kita bersekolah di sekolah favorit, maka yang diterima di sekolah tersebut adalah siswa siswi pilihan yang hebat. Ketika anak anak hebat saling berkumpul, maka akan ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama; mereka bisa berkumpul dan menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan dan beraura positif, mereka juga bisa mengkolektifkan ide ide brilian mereka masing masing untuk inovasi inovasi baru yang sudah jelas berguna. Kedua; kemungkinan timbulnya kompetisi yang kurang sehat antar siswa karena masing masing dari mereka ingin menjadi yang terbaik. Kita umpamakan saja anak anak hebat itu adalah bintang bintang yang bersinar, mereka berlomba lomba memancarkan cahaya, siapa yang cahayanya paling terang ialah pemenangnya. Kasus seperti ini sangat sangat tidak baik untuk pertumbuhan mental siswa siswi dalam proses pembelajaran. Siswa/i bisa melakukan hal apapun untuk meraih gelar yang pertama dan terbaik, mereka bisa menghalalkan segala cara. Saya sering menjumpai suasanan seperti itu dari SD hingga sekarang.


Saya salut akan remaja remaja intelek saat ini yang bisa menyatu tanpa harus disatukan atas ikatan kelas atau suatu golongan golongan tertentu di sekolah. Pergaulan mereka sangat luas, karena pada dasarnya keterbukaan sosial mereka juga baik. Mereka saling membaur dan menciptakan hal hal baru yang positif dilingkungan sekolah maupun kelas. Toleransi dan solidaritas yang tinggi, saling melengkapi satu sama lain dan saling menerima telah saya rasakan ketika saya duduk di bangku SMA kelas 10. 


7. Bentuk Ujian Kelulusan

Indonesia perlu menghargai proses yang ada, pemerintah terbiasa merujuk pada hasil akhir ketimbang mengamati proses apa saja yang telah terjadi seiring dengan berjalannya waktu menuju hasil yang akan didapat. Tidak ada salahnya jika Indonesia tetap menggunakan UAN sebagai parameter keberhasilan siswa/i selama belajar bertahun tahun disekolah, namun kalkulasi penggabungan dengan nilai harian siswa harus tetap diperhitungkan. Karena bagaimanapun, apresiasi tetap wajib diberikan kepada siswa siswi sekolah mengingat perjuangan sehari hari mereka menuntut ilmu disekolah. Indonesia perlu berbenah banyak akan standar kelulusan siswa yang mana tidak hanya terpacu pada UAN. 




8. Harapan Insan Muda untuk Pendidikan Indonesia


Kurikulum yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia sudah cukup baik dan ringan untuk dijalankan. Namun, yang menjadi masalah krusial adalah pemerataan sarana prasarana pendidikan yang belum menyentuh daerah daerah pelosok, prosentase angka melek huruf yang belum maksimal dan minat baca masyarakat yang masih rendah. Masih banyak hal yang harus Indonesia benahi dibidang pendidikan, sebagai siswa proaktif, harapan saya untuk pendidkan Indonesia ke depan adalah lebih pekanya Pemerintah terhadap daerah daerah tertinggal untuk memberikan celah kepada anak anak yang membutuhkan agar lebih termotivasi untuk meraih cita citanya. Pemerintah dengan bantuan masyrakat pun harus tetap optmis untuk membangun pendidikan Indoesia lebih baik. Orientasi pendidikan di negeri ini harus sesuai dengan apa yang NKRI amanatkan pada UU no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan di Indonesia. 


-------------------------


Tak dapat dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk yang selalu ingin lebih dan lebih, jika ditanya bagaimanakah sejatinya sekolah dambaan? maka akan ada banyak versi jawaban yang terlontarkan. Hal utama yang harus dimiliki pelajar adalah niat untuk belajar. Ketika seseorang telah memiliki niat, sesulit apapun kondisinya, ia akan tetap berjuang.


Ditulis oleh:
Banin
SMAN 10 Malang (Sampoerna Academy)
@baninmrt