Kamis, 15 November 2012

Siluet Oranyeku


Aku adalah senja, sore yang ternodai warna oranye. Senja yang kau jumpai beberapa waktu sebelum sujudmu. Aku hanya senja biasa, dicintai, mencintai, dibenci dan membenci. Aku layaknya kamu, dia dan mereka. Aku membutuhkan sesuatu yang setiap insan butuhkan, kebahagiaan. Dan bintang, embun pagi, pelangi, hujan adalah jawabannya. 

Katanya, jika rindu lihatlah bintang. Nyatanya ketika aku mencari kenapa masih enggan memunculkan diri? 

Katanya, selalu datang di embun pagi. Nyatanya, embun pagi belum bisa menghangatkanku, justru membuatku menggigil setengah mati.

Katanya, kau pelangi yang akan muncul setelah hujan, jangankan berharap lebih, musim panas saja enggan berakhir. 

Katanya, selalu tersenyum saat senja. Nyatanya, akulah, senja yang selalu tersenyum pada alam tanpa sedikit ulasan balas.

            Semuanya masih sebatas bayang semu, berjalan di awan, tak terlihat wujudnya. Tak terasa rasanya. Lalu kapan? Kapan bintang bintang itu muncul, kapan embun pagi menghangatkan, kapan pelangi mewarnai, kapan hujan menyejukkan, kapan alam tersenyum?

Apakah harus terhitung setiap detiknya untuk menunggu, sedangkan secercah tanda kehadiranpun enggan mendekat. Seakan akan, semuanya masih terbungkus rapi di tangan Sang Dewa. Lalu, siluet oranyeku tercampur oleh warna suram lainnya, seakan  langit dan senjaku terasa tak memberi kedamaian lagi.  Apa yang salah? 

Dentingan duka piano seakan selalu mengiringi, aku ingin petikan gitar yang mengajakku menyanyi, lalu gesekan biola yang merdu. Semuanya terasa indah dalam mata yang enggan terbuka, dalam bayang imajinasi. Lalu ketika aku mencoba membuka mataku? Kenapa gelap dan bising terlihat dan terdengar sebagai paduan yang menyeramkan, kemanakah merah, jingga, nila dan lainnya?

Andai aku mampu menulis sendiri alurnya, melukis sendiri cahaya cahayanya maka tak akan ada lagi mutiara mutiara yang berjatuhan. Andai aku mampu membaca semua hal yang akan terjadi, maka aku akan pergi di halaman halaman yang menyenangkan.  Tapi tidak, aku perlu tahu bagaimana seni arsitektur Tuhan untuk merangkai perjalanan hidup seseorang. Siklus yang cukup rumit untuk dienyah. Namun, menjadikan sebuah kompleksitas yang indah untuk dijalani, harga dari pelajaran yang tak sembarang, tak mampu dibayar oleh siapapun.